Dalam sebuah peperangan, Sayyidina Ali Karamallahu Wajhah. diludahi  orang kafir yang pedangnya terlepas akibat hantaman pedang Ali. Muka Ali  penuh dengan ludah. Karena emosi, beliau segera mengayunkan pedangnya.  Belum sampai Ali menebas orang kafir itu, beliau menahan laju Zulfikar,  pedang kesayangannya. “Kenapa kau tak jadi menebasku, wahai Ali?”. Ali  menjawab, “Aku berperang karena Allah, bukan karena kemarahanku. Aku tak  bisa menebasmu hanya gara-gara kemarahanku kepadamu yang meludahiku..”
Subhanallah, Sayyidina Ali menahan amarahnya atas hinaan orang itu pada dirinya..
Lalu bagaimana dengan Rasulullah?
Saat Rasulullah dicaci maki dan dilempari batu, Rasul tidak membalas.
Bahkan  saat Jibril mengatakan, “Ya Rasulullah jika Engkau meminta niscaya akan  Allah jungkirbalikkan bumi ini agar mereka tahu bahwa mereka salah dan  tak pantas memperlakukanmu seperti itu..”. 
Rasul menjawab, “Tidak, Jibril. Biarkan saja mereka melakukan itu karena mereka tidak tahu bahwa mereka keliru..”
Saat  Rasulullah diludahi, beliau tidak membalas dengan meludahi. Malah  beliau tengok dan santuni saat si peludah sedang sakit. Orang itu  terharu dan hatinya tergetar oleh akhlaq Rasulullah, dan ia pun  mengucapkan syahadat di hadapan beliau .
Seorang pengemis Yahudi  buta nan renta tak bergigi sering dibantu Rasulullah melembutkan  makanan. Beliau juga menyuapinya. Saat disuapi, pengemis buta itu sering  mencaci dan menggunjing Rasulullah. Ia membenci Rasul. Kakek itu tidak  tahu bahwa orang yang ada di hadapannya dan membantunya makan adalah  orang yang selalu dicacinya. Apakah Rasul marah dan mengatakan bahwa ia  adalah orang yang dicaci pengemis itu? Tidak. Bahkan hingga wafatnya  manusia yang mulia ini.
Setelah sekian lama tak ada yang membantu  melembutkan makanan dan menyuapi, barulah kakek itu merasa kehilangan  sang penolong. Ia bertanya-tanya kemana gerangan si penolong. Saat Abu  Bakar  membantu menyuapi pengemis tua itu, barulah Abu Bakar bercerita,  “Kakek, tahukah engkau siapa orang yang selalu membantu melembutkan roti  dan menyuapimu selama ini? Dia adalah orang yang sering Engkau caci.  Dia adalah Muhammad Rasulullah”. Seketika sang pengemis pingsan. Saat  siuman ia ucapkan syahadat dan meninggal dunia.
Saat sekelompok  orang Yahudi menghina dan mengumpat Rasulullah, Aisyah membalas hinaan  dan caci maki itu dengan cara yang sama. lalu Rasulullah menegur Aisyah,  “Aisyah, apa yang kau lakukan. Janganlah kau balas cacian dengan cara  yang sama. Sesungguhnya manusia akan kembali dalam bentuk cacian dan  umpatannya”. Kembali, Rasulullah menunjukkan kemuliaan akhlaknya.
RASULULLAH   TAK PERNAH MENGAJARKAN UMATNYA UNTUK MENGHALALKAN SEGALA EKSPRESI… TAK  PERNAH RASUL MENGAJARKAN UMATNYA  MENGHINA, MENGUMPAT, MENCACI,  MEMAKI…BELIAU LAH PENYEMPURNA AKHLAK.
Rasul dan Imam Ali Saat  Rasulullah dicaci maki dan dilempari batu, Rasul tidak membalas.. Bahkan  saat Jibril mengatakan, “Ya Rasulullah jika Engkau meminta niscaya akan  Allah jungkirbalikkan bumi ini agar mereka tahu bahwa mereka salah dan  tak pantas memperlakukanmu seperti itu..”.. Rasul menjawab, “Tidak,  Jibril. Biarkan saja mereka melakukan itu karena mereka tidak tahu bahwa  mereka keliru..”
Saat Rasulullah diludahi, beliau tidak membalas  dengan meludahi. Malah beliau tengok dan santuni saat si peludah sedang  sakit. Orang itu terharu dan hatinya tergetar oleh akhlaq Rasulullah,  dan ia pun mengucapkan syahadat di hadapan beliau .
Seorang  pengemis Yahudi buta nan renta tak bergigi sering dibantu Rasulullah  melembutkan makanan. Beliau juga menyuapinya. Saat disuapi, pengemis  buta itu sering mencaci dan menggunjing Rasulullah. Ia membenci Rasul.  Kakek itu tidak tahu bahwa orang yang ada di hadapannya dan membantunya  makan adalah orang yang selalu dicacinya. Apakah Rasul marah dan  mengatakan bahwa ia adalah orang yang dicaci pengemis itu? Tidak. Bahkan  hingga wafatnya manusia yang mulia ini.
Setelah sekian lama tak ada  yang membantu melembutkan makanan dan menyuapi, barulah kakek itu merasa  kehlangan sang penolong. Ia bertanya-tanya kemana gerangan si penolong.  Saat Abu Bakar  membantu menyuapi pengemis tua itu, barulah Abu Bakar  bercerita, “Kakek, tahukah engkau siapa orang yang selalu membantu  melembutkan roti dan menyuapimu selama ini? Dia adalah orang yang sering  Engkau caci. Dia adalah Muhammad Rasulullah”. Seketika sang pengemis  pingsan. Saat siuman ia ucapkan syahadat dan meninggal dunia.
Saat  sekelompok orang Yahudi menghina dan mengumpat Rasulullah, Aisyah  membalas hinaan dan caci maki itu dengan cara yang sama. lalu Rasulullah  menegur Aisyah, “Aisyah, apa yang kau lakukan. Janganlah kau balas  cacian dengan cara yang sama. Sesungguhnya manusia akan kembali dalam  bentuk cacian dan umpatannya”. Kembali, Rasulullah menunjukkan kemuliaan  akhlaknya.
RASULULLAH  TIADA  MENGAJARKAN UMATNYA UNTUK  MENGHALALKAN SEGALA EKSPRESI… TIADA PULA RASULULLAH  MENGAJARKAN UMATNYA  MENGHINA, MENGUMPAT, MENCACI, MEMAKI…BELIAU LAH PENYEMPURNA AKHLAK  MANUSIA.
Rasul dan Imam Ali K.W. mengajarkan kita untuk mengubah  dunia dengan akhlak. Hal yang sesungguhnya mudah diucapkan, gampang  dituliskan, tak susah untuk dibacakan, tapi benar-benar sulit untuk  dilakukan. Sangat sulit menahan diri untuk tidak membalas cacian mereka  yang mencaci namun, siapa yang mengikuti jejak dan sunnah Rasul  sesungguhnya akan menjadi orang yang sangat beruntung. (Wong Giri Zamblanq)


Tidak ada komentar:
Posting Komentar